Sejarah Jurnalistik
1. Sejarah Jurnalistik Dunia
a. Zaman Romawi Kuno (Acta Diurna)
Berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna”
pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM). “Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis
majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama;
pers, media massa,
atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar
pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang
muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja
Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis
yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan
pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan
kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian
pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta
apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu
ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum
Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Berita di “Acta Diurna” kemudian
disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang
bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta
Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.
b. Penemuan Kertas
Pada jaman primitif manusia telah
menggunakan batu, tulang dan dedaunan untuk menyampaikan pesan tertulis .
Tetapi semua media tersebut sulit untuk
disimpan dan diangkut.
Tsai Lun adalah seorang penemu kertas pertama yang
berasal dari Cina pada tahun 250 SM memulai
percobaannya dan memperkenalkan kertas ke dunia. Pada abad kedua,
pembuat kertas di Cina
menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian dalam dari pohon Mulberry pada
suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu yang berlubang dan dicampur
dengan air. Dengan menggunakan
palu atau alat pemukul lain, potongan kayu tersebut ditumbuk sehingga menjadi
bubur berserat yang dalam istilah sekarang disebut sebagai 'pulp'. Pulp
tersebut kemudian dituangkan kedalam cetakan yang dangkal yang sebelumnya
dilapisi dengan kain berbentuk seperti saringan. Kemudian cetakan ini dijemur
di bawah sinar matahari dan ketika air telah menguap, maka hanya serat selulose
yang tinggal dalam cetakan. Selanjutnya kertas diangkat dari cetakan tersebut.
Ini adalah bentuk yang primitif dari kertas.
Pada abad ke 13, teknologi pembuatan kertas telah merambah
Spanyol, tetapi masih membutuhkan 300 tahun lagi barulah teknologi
tersebut menyebar ke Perancis, Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik
kertas Inggris yang pertama kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada tahun 1490. Di
negara-negara Eropa, saringan kawat yang halus menggantikan fungsi kain
saringan dan serat linen menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat sulit
diperoleh di daratan Eropa.
Masalah yang dihadapi dalam pembuatan kertas secara manual
ialah produktifitasnya yang sangat rendah dan memakan waktu yang lama. Pada abad
pertengahan, semua buku dicopy dengan tangan, kebanyakan dilakukan di atas
perkamen dan dilakukan oleh pemuka agama yang mempunyai kemampuan baca tulis di
atas rakyat biasa. Mesin cetak yang diciptakan pada abad ke 15 membawa
perubahan yang amat besar di bidang komunikasi. Untuk pertama kalinya, buku
dapat diproduksi secara massal. Untuk itu dibutuhkan kertas murah dalam jumlah
yang banyak menggantikan perkamen yang mahal.
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini,
pembuat kertas dituntut untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi
tidak terlihat adanya terobosan yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu
ketika Nicholas Luis Robert, dari Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin
yang menggunakan belt kawat mesh yang bergerak menggantikan fungsi cetakan
kertas sehingga dapat dihasilkan kertas secara kontinyu dan dalam jumlah besar.
Mesin yang dibangun oleh Robert kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di
sana pada th 1801 oleh Henry Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.
c. Penemuan Kertas Zaman Islam
Pertama kali kertas diperkenalkan ke
dunia Islam pada abad ke-8 M di Samarkand, Irak. Teknologi industri kertas
mulai berkembang pesat di dunia Islam, setelah terjadinya Pertempuran Talas
pada 751 M.
Kaum Muslim berhasil menawan orang Cina
yang ulung membuat kertas. ”Para tahanan itu segera diberi fasilitas untuk
memperlihatkan keterampilan mereka,” papar Sardar. Sayangnya, proses pembuatan
kertas yang diperkenalkan orang-orang Cina itu tak bisa dilajutkan, lantaran
tak ada kulit pohon murbei di negeri Islam. Para sarjana Muslim pun memutar
otak. Sebuah terobosan spektakuler akhirnya tercipta. Mereka memperkenalkan
penemuan baru dan inovasi yang mengubah keterampilan membuat kertas menjadi
sebuah industri. Kulit pohon murbei diganti dengan pohon linen, kapas, dan
serat.
Selain itu, para sarjana Islam pun
memperkenalkan bambu yang
digunakan untuk mengeringkan lembaran kertas basah dan memindahkan kertas
ketika masih lembab. Inovasi lainnnya proses permentasi untuk mempercepat
pemotongan linen dan serat dengan menambahkan pemutih atau bahan kimiawi
lainnya. Proses pembuatan kertas juga menggunakan palu penempa besar untuk
menggiling bahan-bahan yang akan dihaluskan. Awalnya, proses ini melibatkan
para pekerja ahli. Namun, seiring ditemukannya kincir air di
Jativa, Spanyol pada 1151 M, palu penempa tak lagi digerakkan tenaga manusia.
Sejak itu penggilingan bahan-bahan menggunakan tenaga air.
Tak lama kemudian, orang-orang Muslim
memperkenalkan proses pemotongan kertas dengan kanji gandum. Proses ini mampu
menghasilkan permukaan kertas yang cocok untuk ditulis dengan tinta. Sejak saat itu,
industri kertas menyebar dengan cepat ke negeri-negeri Muslim.
d. Penemuan Kertas di daerah Barat
Di Amerika, bukti
arkeologi menunjukkan bahwa bahan kulit-kertas tulisan yang sama juga digunakan
oleh bangsa
Maya selambat-lambatnya pada abad ke-5. Disebut amatl , itu digunakan secara luas di
kalangan Mesoamerika budaya
sampai penaklukan
Spanyol . Perkamen dibuat dengan merebus dan berdebar
kulit bagian dalam pohon, sampai material menjadi cocok untuk seni dan
menulis. Bahan-bahan yang terbuat dari alang-alang ditumbuk dan kulit
adalah kertas teknis tidak benar, yang terbuat dari bubur, kain, dan serat
tanaman dan selulosa.
Di Eropa, dokumen kertas tertua yang dikenal di Barat adalah Mozarab Misa Silos dari
abad ke-11, mungkin menggunakan kertas yang dibuat di bagian Islam dari Semenanjung
Iberia . Mereka menggunakan ganja dan linen kain sebagai sumber serat. Yang pertama
yang tercatat pabrik kertas di Semenanjung Iberia berada di XÃ tiva pada
1151. Di Eropa
abad pertengahan, yang sampai saat kerajinan pembuatan kertas
adalah mekanik dengan menggunakan
waterpower, yang pabrik kertas air pertama di Semenanjung Iberia
yang telah dibangun di kota Portugis Leiria di 1411, dan proses lainnya. Ekspansi
yang cepat produksi kertas Eropa itu benar-benar ditingkatkan dengan penemuan
mesin cetak dan awal Revolusi
Percetakan di abad ke-15.
Kertas dicatat sebagai yang
diproduksi di Italia tahun
1276 dengan watermark yang
digunakan di Fabriano oleh
1300 dan pabrik didirikan di Treviso dan
kota-kota utara lainnya oleh 1340. Di Italia juga cetakan kertas yang
terdiri dari kawat logam dan sehubungan dengan itu juga watermark pertama kali
diperkenalkan. Awal Jermanmanufaktur
berada di Mainz pada 1320
dengan sebuah pabrik di Nurenberg yang
didirikan oleh Ulman
Stromer pada 1390.
Hanya tentang waktu ketika ukiran kayu seni grafis teknik
dipindahkan dari kain untuk kertas di cetak master tua dancetakan populer . Pabrik
pertama yang diketahui di Inggris didirikan
oleh John Tate di 1490 dekat Stevenage di Hertfordshire , tapi
sukses secara komersial pertama pabrik kertas di Inggris tidak terjadi sebelum
1588 ketika John Spilman mendirikan
pabrik dekat Dartford di Kent dan awalnya bergantung pada keahlian
pembuatan kertas Jerman.
e. Penemuan Mesin Cetak (Johannes Gutenberg)
Menurut sejarah, seorang ahli dari Jerman, Pemilik nama
lengkap Johannes Gutenberg ini menemukan mesin cetak yang akhirnya digunakan
untuk mencetak bible (Kitab Suci). Ini terjadi pada tahun 1453. Sebelumnya
Gutenberg menulis secara manual, kitab-kitab suci tersebut. Namun dengan
bantuan mesin cetak, kitab suci yang dihasilkan jauh lebih banyak. Sebelum ada
revolusi Gutenberg, buku-buku di Eropa disalin dengan menggunakan Manu Script.
Selain memakan waktu yang lama, harga buku-buku tersebut tergolong mahal dan
hanya bisa dibeli oleh orang-orang yang mampu.
Dengan ditemukannya mesin cetak, perkembangan ilmu dan
pengetahuan waktu itu semakin pesat, bahkan tidak hanya untuk bangsa Eropa saja
tetapi juga sampai ke Timur Tengah. Melalui buku-buku yang dicetak pada waktu
itu, minat baca masyarakat menjadi tinggi. Kitab Suci yang awalnya ditulis
manual oleh Gutenberg saat itu juga dicetak dengan bahasa lain, tidak hanya
bahasa latin. Ini yang akhirnya membuat gerakan kaum protestan. Salah satu
bentuk hasil dari media cetak adalah surat kabar. Surat kabar penerbitannya
ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang
disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.
Surat kabar awalnya berkembang di Eropa, khususnya di Inggris dan Amerika
Utara.
f. Terbitnya Surat Kabar
Terbitnya
surat kabar di Eropa di awali dengan temuan mesin cetak Johann Gutenberg pada pertengahan abad
XV yang memudahkan proses produksi. Awalnya lembar berita yang terbit tidak
teratur dan memuat cuma satu peristiwa, kemudian berevolusi dengan terbit
teratur seperti yang dilakukan mingguan Avisa Relation oder Zeitung, sejak 1609
di Strasbourg, jerman. Rupanya awal XVII menjadi abad penting lahirnya banyak
koran di Eropa. Tapi, mingguan Frankfurter Journal (1615) yang dikelola
Egenolph Emmel di Frankfrut, Jerman, umum dipandang sebagai koran pertama di
dunia. Sampai kemudian lahir Leipziger Zeitung (1660) juga di Jerman, yang
mula-mula mingguan, kemudai menjadi harian, Inilah koran harian pertama di
dunia.
Tak
lama kemudian Inggris menyusul, diawali oleh The London Gazette (1665) yang masih koran berkala.
Inggris mengenal koran hariannya yang pertama dengan terbitnya The London Daily
Courant (1702). The Times koran Inggris yang terbit sejak abad XVII hingga kini
pertama kali memakai sistem cetak rotasi. Penemuan telegram dan jaringan kabel
internasional di pertengahan 1800-an membuat wartawan bisa lebih cepat meliputi
dari berbagai kawasan dunia.
g. Pulitzer Award
Pulitzer Award adalah penghargaan yang dianggap tertinggi
dalam bidang jurnalisme cetak di
Amerika Serikat.
Penghargaan ini juga diberikan untuk pencapaian dalam bidang sastra dan gubahan
musik. Penghargaan
Pulitzer pertama
diberikan pada
4 Juni 1917, dan sejak beberapa waktu lalu, mulai
diumumkan setiap tahunnya pada bulan April.
Penghargaan diberikan dalam kategori-kategori
yang berhubungan dengan jurnalisme, kesenian dan surat-surat. Hanya laporan
yang diterbitkan dan foto-foto hasil karya surat kabar atau organisasi berita
harian yang berbasis diAmerika Serikat saja yang berhak menerima penghargaan
jurnalisme.
Joseph Pulitzer
Joseph Pulitzer
adalah seorang
jurnalis dan penerbit surat kabar
Hungaria-
Amerika pada akhir abad ke-19. Pulitzer
memperkenalkan teknik " jurnalisme baru " untuk surat kabar yang ia
dirikan pada tahun 1880-an. Namanya dijadikan sebuah nama penghargaan yang dianggap
tertinggi dalam bidang jurnalisme cetak di Amerika Serikat yaitu
Penghargaan
Pulitzer
Joseph Pulitzer lahir tanggal 10 April 1847
di
Makó,
Hungaria. Awalnya ia meniti
karier sebagai seorang
tentara di Kerajaan Austria. Namun tak lama
setelahnya ia diberhentikan karena masalah kesehatan. Pulitzer kemudian
beremigrasi ke AS pada 1884 dan menjadi anggota ketentaraan yang berdinas dalam
Perang
Sipil Amerika (1861-1865).
2. Sejarah Jurnalistik di Indonesia
Surat kabar
mulai terbit di Indonesia pada pertengahan abad 18 dan umumnya diterbitkan oleh
orang-orang Belanda dan berbahasa Belanda pula namun seiring dengan
perkembangan mulai banyak surat kabar yang diterbitkan dalam bahasa Melayu
namun kebanyakan masih beraksara Arab, Jawa atapun campuran dengan aksara
Latin.
Yang
dimaksud dengan surat kabar pertama di Indonesia ialah surat kabar dengan
bahasa Melayu dan murni beraksara Latin dan memiliki redaksi orang Indonesia
asli serta diterbitkan oleh orang Indonesia asli.
a. Zaman Belanda
Sejarah Jurnalistik di
Indonesia dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pers ini berupa surat kabar,
majalah, koran berbahasa Belanda atau bahasa daerah Indonesia yang bertujuan
membela kepentingan kaum kolonialis Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan
Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan.
Pada tahun 1744 terbit tabloid
Belanda pertama di Indonesia yaitu Batavis Novelis atau dengan namapanjangnya
Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementes. Sebenarnya pada tahun 1615
Gubernur Jenderal pertama VOC Jan Piterszoon Coen telah memerintahkan menerbitkan
Memorie der Nouvelles. surat kabar ini berupa tulisan tangan.
Tanggal 5 Januari 1810 Gubernur
Jenderal Daendels menerbitkan sebuah surat kabar mingguan Bataviasche Koloniale
Courant yang memuat tentang peraturan-peraturan tentang penempatan jumlah
tenaga untuk tata buku, juru cetak, kepala pesuruh dan lain-lain. Setelah itu
mulai bermunculan surat kabar baru dari masyarakat Indonesia itu sendiri.
Seperti; Medan Priyayi (1910), Bintang Barat, Bintang Timur, dan masih banyak
lagi. Medan Priyayi adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh masyarakat
pribumi Indonesia, yang didirikan oleh Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo.
Oleh sebab itu Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo disebut sebagai tokoh
Pemrakarsa Pers Nasional, karena dia adalah orang pertama dari Indonesia yang
mampu memprakarsainya dan dimodali oleh modal Nasional.
Pada tahun 1811 saat Hindia
Belanda menjadi jajahan Inggris Bataviasche Koloniale Courant tidak terbit
lagi. Orang Inggris menerbitkan Java Government Gazette. Surat kabar ini sudah
memuat humor dan terbit antara 29 Februari 1812 sampai 13 Agustus 1814. Hal ini
dikarenakan pulau Jawa dan Sumatera harus dikembalikan kepada Belanda.
Belanda kemudian menerbitkan De
Bataviasche Courant dan kemudian tahun 1828 diganti dengan Javasche Courant
memuat berita-berita resmi , juga berita pelelangan, kutipan dari surat kabar
di Eropa. Tahun 1835 di Surabaya terbit Soerabajaasch Advertentieblad. Kemudian
di Semarang pada pertengahan abad 19 terbit Semarangsche Advertentieblad dan De
Semarangsche Courant dan kemudian Het Semarangsche Niuews en Advertentieblad.
Surat kabar ini merupakan harian pertama yang mempunyai lampiran bahasa lain
seperti Jawa, Cina dan juga Arab. Tahun 1862 untuk pertama kali dibuka jalan
kereta api oleh Pemerintah Hindia Belanda maka untuk menghormati hal tersebut
Het Semarangsche Niuews en Advertentieblad berganti nama menjadi de Locomotief.
Setelah itu mulai bermunculan
surat kabar baru dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Seperti; Medan Priyayi
(1910), Bintang Barat, Bintang Timur, dan masih banyak lagi. Medan Priyayi
adalah surat kabar pertama yang dimiliki oleh masyarakat pribumi Indonesia,
yang didirikan oleh Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo. Oleh sebab itu
Raden Jokomono atau Tirto Hadi Soewirjo disebut sebagai tokoh Pemrakarsa Pers
Nasional, karena dia adalah orang pertama dari Indonesia yang mampu
memprakarsainya dan dimodali oleh modal Nasional.
b. Zaman Jepang
Pers di awal kemerdekaan dimulai pada
saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa beberapa surat kabar sunda
bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja (Otista), beberapa surat
kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo (melayu), dan
Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai kenegaraan dan
kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan turut aktif terlibat
di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta, tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto,
Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi,
Adam Malik, BM Diah, Sjuti Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.
Pada masa ini, surat
kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa
bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan
rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang
mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di
zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan
karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
c. Zaman Pers Perjuangan
Dalam sejarah mencapai Indonesia merdeka, wartawan Indonesia
tercatat sebagai patriot bangsa bersama para perintis pergerakan di
berbagai pelosok tanah air yang berjuang untuk menghapus penjajahan. Di masa
pergerakan, wartawan bahkan menyandang dua peran sekaligus, sebagai
aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna
membangkitkan kesadaran nasional dan sebagai aktivis politik yang melibatkan
diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan rakyat terhadap
penjajahan, Kedua peran tersebut mempunyai tujuan tunggal, yaitu mewujudkan
kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, wartawan Indonesia masih melakukan
peran ganda sebagai aktivis pers dan aktivis politik.
Aspirasi perjuangan wartawan dan pers Indonesia memperoleh
wadah dan wahana yang berlingkup nasional pada tanggal 9 Februari 1946 dengan
terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Kelahiran PWI di
tengah kancah perjuangan mempertahankan Republik Indonesia dari ancaman
kembalinya penjajahan, melambangkan kebersamaan dan kesatuan wartawan Indonesia
dalam tekad dan semangat patriotiknya untuk membela kedaulatan, kehormatan
serta integritas bangsa dan negara. Bahkan dengan kelahiran PWI, wartawan
Indonesia menjadi semakin teguh dalam menampilkan dirinya sebagai ujung tombak
perjuangan nasional menentang kembalinya kolonialisme dan dalam menggagalkan
negara-negara noneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.
Sejarah
lahirnya surat kabar dan pers
itu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya idealisme
perjuangan bangsa mencapai kemerdekaan. Di zaman revolusi fisik, lebih terasa
lagi betapa pentingnya peranan dan eksistensi pers sebagai alat perjuangan,
sehingga kemudian berkumpullah di Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1946
tokoh-tokoh surat kabar, tokoh-tokoh pers nasional, untuk mengikrarkan
berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). Kepentingan untuk mendirikan SPS
pada waktu itu bertolak dari pemikiran bahwa barisan penerbit pers nasional
perlu segera ditata dan dikelola, dalam segi idiil dan komersialnya, mengingat
saat itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha
mempertahankan pengaruhnya.
d. Zaman Orde Lama / Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Di masa awal pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin, surat kabar dan majalah yang tidak bersedia ikut serta dalam
gelombang Demokrasi Terpimpin harus menyingkir atau
disingkirkan. Semakin lama peraturan ini semakin ketat. Di Jakarta,
keluar larangan berpolitik dalam segala bentuk termasuk dalam bentuk
tulis-menulis. Khusus mengenai pers ada Sembilan ketentuan yang salah satunya
adalah pers dan alat-alat penyiaran lainnya dilarang melakukan penyiaran
kegiatan politik yang langsung dapat mempengaruhi haluan Negara, dan tidak
bersumber pada badan pemerintahan yang berwenang untuk itu.
SIT adalah Surat Izin Terbit dan SIC adalah
Surat Izin Cetak yang pada masa Demokrasi Terpimpin sukar
mendapatkannya. Semua penerbit pada tahun 1960 diwajibkan mengajukan permohonan
SIT, sebagai pengesahan dillakukannya kegiatan penyiaran. Pada bagian bawah
permohonan SIT tercantum 19 pasal pernyataan yang mengandung janji penanggung
jawab surat kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung jawab surat
kabar tersebut yaitu jika ia diberi SIT akan mendukung Manipol-Usdek dan
akan mematuhi pedoman yang telah dan akan dikeluarkan oleh penguasa. Pernyataan
ini dengan mudah dipergunakan oleh penguasa sebagai alat penekan surat kabar.
e. Zaman Orde Baru / Demokrasi
Pancasila (1965-1998)
Selama masa 4 tahun pertama
pemerintahan Orde Baru, meski pemerintah menghadapi berbagai masalah stabilitas
dan rehabilitasi keamanan, politik pemerintah dan ekonomi, telah diisi dengan
langkah-langkah awal peletakan kerangka dasar bagi pembangunan pers Pancasila.
Sebagai langkah awal dalam
usaha merumuskan kehidupan pers nasional sesuai dengan dasar Negara Pancasila
dan UUD 1945, adalah dengan dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966
pada tanggal 6 Juli 1966. Kalangan pers menyambut keluarnya ketetapan MPRS
tersebut dengan pencetusan Deklarasi Wartawan Indonesia, yang dihasilkan oleh
konferensi Kerja PWI di Pasir Putih Jawa Timur pada tanggal 13-15 Oktober 1966.
Setelah DPR berhasil
merealisasikan UU No. 11/1966 sebagai UU Pokok Pers pada tanggal 12 Desember
1966, masalah selanjutnya adalah mengenai kesepakatan dalam penafsiran dari UU
Pokok Pers tersebut, terutama masalah fungsi, kewajiban dan hak pers itu sendiri.
Dalam usaha memantapkan
penafsiran serta pelaksaan UU Pokok Pers dalam praktiknya, amak dibentuklah
Dewan Pers. Dewan Pers merupakan pendamping pemerintah untuk bersama-sama
membina pertumbuhan dan perkembangan pers nasional. Tahap selanjutnya adalah tahap
pemantapan menuju tahap pemapanan diri dalam pers nasional. Pada tahap ini
upaya yang dilakukan adalah penerapan mekanisme interaksi positif antara pers,
masyarakat dan pemerintah.
f. Zaman Reformasi
Suatu pencerahan datang kepada
kebebasan pers, setelah runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Pada saat itu
rakyat menginginkan adanya reformasi pada segala bidang baik ekonomi, sosial,
budaya yang pada masa orde baru terbelenggu. Tumbuhnya pers pada masa reformasi
merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini
dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara
penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral
dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperluaskan untuk penentuan
sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dalam rangka mencapai
konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.
Peran inilah yang selama ini
telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Setidaknya, antusias responden
terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan opini publik yang berkaitan
dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini mencerminkan keberhasilan
tersebut.
Setelah reformasi bergulir
tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam
mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media
baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers
dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.
g. Terbitnya Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 Kode
Etik Jurnalistik
Undang-Undang tentang Pers
No. 40 Tahun 1999 menekankan kemerdekaan - demikian Undang-Undang ini
menyebut kebebasan pers-pers sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Bab II pasal 2). Pada
pasal 4 dinyatakan bahwa: (1)Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara; (2)Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan,atau
pelarangan penyiaran; (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers-pers nasional
mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyampaikan gagasan dan informasi; (4)
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak
tolak.
Pada konsideran
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 antara lain disebutkan
bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi
unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan
pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 1945 harus dijamin. Bahwa
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis,
kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh
informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan
untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa;Konsideran itu juga menyebutkan bahwa pers
nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini
harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya
sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional sehingga harus
mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan
paksaan dari manapun. Demikian pula, pers
nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Source: